~ Kritis ~ Kreatif ~ Komunikatif ~

Hadis Tematik?: Mengurai Aspek Paling Dasar

Hadis tematik, atau dalam term bahasa Arab disebut sebagai al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī, merupakan term yang relatif baru. Term ini tidak ditemukan secara spesifik pada ragam konsep keilmuan yang disebutkan oleh para pakar hadis sebelumnya. Kalau pun ada konsep ḥadīṡ mauḍū‘, namun pada kenyataannya, ḥadīṡ al-mauḍū‘ mengacu pada terminologi yang khas; berbeda sama sekali dengan konsep al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī.

Konsep ḥadīṡ al-mauḍū‘ dan al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī berkorelasi hanya dari aspek gramatikal bahasa dan definisi secara etimologis. Dalam sejarah keilmuan hadis, jelas ḥadīṡ al-mauḍū‘ muncul sejak awal dalam konsep yang negatif. Meskipun ia tetap disebut ḥadīṡ al-mauḍū‘ yang berarti hadis yang dibuat-buat atau palsu, meskipun pada kenyataannya ia bukan sebuah hadis.

Merumuskan Definisi Hadis Tematik

Rumusan tentang al-ḥadīṡ al-mauḍū‘i, sejauh penelusuran penulis, dapat ditemukan dalam konsep-konsep yang ditawarkan oleh tokoh-tokoh modern-kontemporer. Beberapa tokoh yang dimaksudkan antara lain: Muḥammad ibn ‘Abd Allāh al-Qannāṣ, seorang pengajar hadis pada Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas al-Qassim, Arab Saudi; Ramaḍān Isḥāq al-Zayyān dari Universitas al-Aqṣā, Palestina; Sa‘ād Biṭāṭ, dari Universitas ‘Abd al-Qadīr Kostantin, Aljazair; Khālid Muḥammad Maḥmūd al-Syarmān dari Universitas Yarmuk, Yordania; Haifā’ ‘Abd al-‘Azīz al-Asyrafī dari Islamic International University of Malaysia dan sebagainya.

Al-Qannāṣ menyebutkan bahwa al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī adalah pengumpulan teks-teks hadis dari sumber primer, yang berkorelasi dengan tema tertentu; pembagian pada kategorisasi-kategorisasi yang spesifik; pengkajian secara tematik terhadap teks-teks hadis yang sudah dikumpulkan, menyertakan keterangan teks-teks al-Qur’an–jika ditemukan– dan mengkorelasikan dengan realitas terkini serta memosisikannya tidak lagi sebagai kerja ilmiah melainkan sebagai bagian untuk kehidupan yang lebih praktis.

Sa‘ād Biṭāṭ menjelaskan dengan ungkapan yang lebih sederhana, “Hadis tematik merupakan sebuah metode yang memelajari berbagai situasi dan persoalan kontemporer berdasarkan pada hasil keseluruhan atau sebagian kajian hadis yang berstatus sahih atau hasan terkait tema tertentu.” Secara lebih komprehensif, al-Zayyān menjelaskan, al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī mengcu pada sebuah keilmuan yang membahas berbagai tema yang tekandung dalam sunah Nabi yang memiliki satu makna dan tujuan; yang dapat digali dengan mengumpulkan berbagai hadis dalam tema yang sama dari sumber primer, satu atau lebih.

Al-Syarmān memberikan definisi bahwa al-ḥadīṡ al-mauḍū‘ī dapat dipetakan menjadi dua definisi: khusus dan umum. Definisi umum berarti sebuah kajian ilmiah terhadap tema tertentu dengan mengacu secara penuh pada penjelasan hadis Nabi; atau penjelasan tema khusus berdasarkan perspektif sunah Nabi. Definisi khususnya adalah sebuah analisis ilmiah terhadap sebuah tema dan didasarkan pada nilai-nilai dalam hadis Nabi yang berkualitas dapat diterima; analisis tersebut diorientasikan dapat mencapai taraf sesuai dengan petnjuk inti pesan Nabi dan dapat diaplikasikan pada realitas terkini.

Selain itu, Ḥaifā’ ‘Abd al-‘Azīz al-‘Asyrafī dalam definisinya terkait syarah tematik tehadap hadis Nabi menjelaskan, “Merupakan kajian terhadap tema tertentu berdasarkan pada perspektif hadis hingga sampai pada taraf yang holistik dan komprehensif.” Meskipun definisi ini ditegaskan sebagai syarah tematik, namun tampaknya segaris dengan hadis tematik yang sedang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini.

Dalam penjelasan panjangnya, Ḥaifā’ menegaskan bahwa kata “tema tertentu” atau mauḍū‘ mu‘ayyan bisa mencakup berbagai aspek yang bisa ditemui dalam realitas keseharian seperti aspek keagamaan, sosial, politik, ekonomi, ilmiah dan sebagainya. Sedangkan kalimat “perspektif hadis” yakni bisa saja berdasarkan konsep kunci khusus yang terdapat dalam hadis, sebuah hadis, atau berbagai hadis yang memuat tema yang sama.

Dalam penjelasan Ḥaifā’, kalimat “Sampai pada taraf yang holistik dan komprehensif” berarti kajian tersebut harus mampu memberikan gambaran yang menyeluruh, mulai dari mengenali lebih jauh bagaimana sebenarnya perspektif hadis terkait tersebut, bagaimana pula hadis Nabi memberikan penilaian terhadap tema terkait serta bagaimana hadis tersebut memberikan pedoman [bagaimana seharusnya] interaksi umat manusia kaitannya dengan tema yang dimaksud.

Bagaimana Meramu Ragam Definisi di Atas

Menurut penulis, secara sederhana, pada dasarnya ragam definisi yang disampaikan oleh para ahli di atas berada pada posisi saling menguatkan. Dikatakan demikian karena pada kenyataaannya, tidak semuanya berbicara tentang definisi; sebagian lebih mirip pada metode seperti yang disampaikan oleh al-Qannāṣ dan Sa‘ād Biṭāṭ, sebagian berbicara tentang sifat dari hadis tematik ini seperti disebutkan oleh al-Zayyān. Sedangkan definisi yang disampaikan oleh Haifā’ masih memberikan kesan yang masih sangat umum. Namun, demikian, terdapat tiga kata kunci utama yang tampak selalu muncul pada ragam definisi tersebut: hadis, kontemporer dan kajian.

Beberapa kata kunci di atas dapat dijelaskan pada beberapa poin. Pertama, kajian. Ini berarti dalam konteks ini, hadis tematik lekat dengan proses pengkajian mendalam sesuai dengan prosedur ilmiah dan objektif. Kedua, hadis yang dijadikan pijakan atau objek kajian disyaratkan berstatus dapat diterima (sahih atau hasan) dan berasal dari sumber primer, seperti Kitab Induk Hadis yang Enam, Sembilan dan sebagainya. Ketiga, kontemporer. Artinya, kajian tersebut relevan dengan situasi kontemporer.

Dengan kata lain, kajian yang dilakukan oleh seorang pengkaji bisa saja berpijak pada fenomena tertentu yang sedang terjadi di tengah masyarakat atau berpijak pada tema khusus yang terdapat dalam hadis guna memberikan solusi; atau sekedar gambaran yang komprehensif terkait tema yang sedang terjadi. Berpijak pada paparan ini, dapat dirumuskan bahwa hadis tematik adalah sebuah kajian terhadap berbagai hadis di dalam ragam sumber primer yang memuat tema yang sama, memiliki kualitas yang dapat diterima; kajian dilakukan melalui prosedur ilmiah dan diorientasikan untuk kepeluan yang bersifat praktis atau relevan dengan kondisi kontemporer.

Keberadaan kata kunci hadis dengan kriteria harus diterima mengacu pada kenyataan bahwa tidak semua informasi yang diklaim bersumber dari atau tentang Nabi bisa diterima. Fakta sejarah menunjukkan, terjadi banyak pemalsuan hadis demi kepentingan tertentu. Dalam sejarah panjangnya pula didapatkan data bahwa tidak semua perawi hadis punya kualifikasi sebagai sosok yang bisa diterima. Para perawi hadis tersebut diakui eksis dengan kapasitas diri dan pribadi yang berbeda-beda.

Dari perbedaan tersebut, muncul ragam klaifikasi hadis; sebagian dinilai berkualitas sahih, sebagian hasan dan sebagian lemah. Masing-masing klasifikasi ini pun memiliki tingkatan yang tidak sama; sebagian murni sahih (ṣaḥīḥ li żātih), sebagian disebut sahih karena dikuatkan oleh hadis yang lain (ṣaḥīḥ li gairih); demikian pula hadis dengan kualitas hasan. Hadis lemah pun memiliki tingkatan, dari yang sekedar lemah hingga lemah sekali atau bahkan palsu.

Selengkapnya, lihat buku Pengantar Metodologi Penelitian Hadis Tematik, terbitan Maknawi Press, 2021.

1 comments:

  1. terima kasih, btw artikel ini adi tugas pertama saya di semester empat :)

    BalasHapus