Semakin maraknya kajian terhadap hadis secara tematik, mengindikasikan bahwa kajian dengan model tersebut memiliki nilai urgensi yang tidak bisa diabaikan. Beberapa tokoh yang sudah disebutkan di atas merupakan tokoh yang mencoba menjelaskan urgensinya sedemikian rupa; sebagian ada yang menjelaskan secara global, sebagian yang lain memerincinya menjadi beberapa poin.
Dasar Teologis
Secara
teologis,
kajian hadis secara tematik setara dengan kajian hadis pada umumnya. Posisi
Nabi sebagai penjelas al-Qur’an dan sosok Nabi yang diyakini sebagai
representasi dari al-Qur’an itu sendiri menjadi tumpuan tegas bahwa hadis
menjadi objek sentral dalam diskusus keagamaan. Kajian hadis secara tematik
merupakan implementasi dari upaya menggali nilai-nilai ajaran luhur tersebut.
Sebagai
penafsir yang paling otoritatif, terutama yang berkaitan dengan penjelasan
terhadap isi al-Qur’an, Nabi–melalui hadis-hadisnya–menjadi sumber utama dalam
memahami pesan yang terkandung di dalamnya. Peran sentral ini disadari
sepenuhnya oleh sahabat Nabi. Tidak mengherankan, apabila kemudian dalam
berbagai literatur kenamaan disebutkan bahwa saat para sahabat mengalami
kesulitan dalam memahami ayat al-Qur’an, maka tumpuan utama mereka adalah Nabi.
Selain
punya tugas utama menjelaskan kandungan al-Qur’an, Nabi secara pribadi
dijelaskan oleh al-Qur’an sebagai teladan yang baik. Pengenalan terhadap pribadi
Nabi tidak bisa dilakukan secara optimal dan maksimal kecuali dengan menggali
informasi sebanyak-banyaknya tentang diri Nabi. Penggalian informasi terkait
hal-hal yang berhubungan dengan Nabi secara otomatis mengharuskan adanya
penelusuran yang komprehensif terhadap hadis-hadis.
Kajian
hadis secara tematik dengan sendirinya akan mengantarkan pada penggambaran yang
komprehensif tersebut. Tentu saja, dalam hal ini, melalui penggalian mendalam
terhadap hadis, hal yang bisa didapatkan tidak hanya mengenal Nabi lebih jauh,
melainkan terkait aspek-aspek lainnya, seperti bagaimana Nabi memutuskan suatu
persoalan yang diajukan, bagaimana Nabi memerlakukan kelompok penganut agama
yang berbeda dan sebagainya.
Dasar
Akademik
Secara akademik, keberadaan kajian hadis
tematik, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kajian-kajian pada umumnya,
terutama kajian dalam bidang keislaman. Dengan kata lain, jika keilmuan seperti
ekonomi Islam, hukum Islam, politik Islam dan sebagainya diakui sebagai sebuah
keilmuan yang mapan, tentu kajian hadis punya korelasi kuat dengan beberapa
keilmuan tersebut. Identitas hadis sebagai bagian dari Islam, menjadikan
keilmuan ekonomi Islam dan seterusnya, tidak bisa melepaskan diri dari entitas
keilmuan hadis.
Keilmuan
hadis sendiri dikenal memiliki cabang pembahasan pokok lainnya sebagai turunan
seperti pembahasan tentang al-nāsikh wa al-mansūkh dan al-ḥadīṡ
al-mudraj. Secara sederhana, al-nāsikh wa al-mansūkh berarti
pembahasan khusus terkait dua–atau lebih–hadis Nabi yang salah satunya
berfungsi sebagai hadis yang menghapus (al-nāsikh), dari aspek
kesejarahan muncul lebih akhir dan lainnya sebagai hadis yang dihapus (al-mansūkh)
dan muncul lebih awal. Ketentuan ini diberlakukan saat dua hadis yang
sama saling bertolak-belakang dan tidak dimungkinkan untuk dikompromikan.
Sedangkan
al-ḥadīṡ al-mudraj berarti adanya tambahan redaksi tertentu dalam sebuah
hadis yang sebenarnya tidak berasal dari Nabi melainkan dari sahabat atau
generasi setelahnya. Namun, perawi yang menerima hadis tersebut mengira bahwa
tambahan redaksi itu merupakan satu kesatuan dari keseluruhan sabda Nabi
sehingga dia pun menyampaikan redaksi hadis tersebut pada orang lain. Sama dengan paparan sebelumnya, al-ḥadīṡ
al-mudraj ini
pun, tidak bisa diketahui dengan pasti kecuali melalui
proses kajian yang tematis.
Faktor Pesatnya Kajian Hadis
Tematik
Kaitannya
dengan faktor-faktor pesatnya kajian hadis tematik di masa kontemporer, diakui
hal tersebut dipicu oleh beberapa hal, antara lain: pertama, munculnya
beberapa problematika yang relatif baru di tengah masyarakat muslim. Sebagai
problematika baru, secara umum kajian-kajian terdahulu tidak cukup memberikan
jawaban yang memadai.
Kajian-kajian
terdahulu muncul sesuai tuntutan zamannya. Sistem bunga Bank, program bayi
tabung, program salat berjamaah berhadiah umrah dan sejenisnya, merupakan
fenomena baru di tengah masyarakat muslim kontemporer yang belum dijelaskan
secara spesifik oleh para tokoh muslim generasi awal. Kajian terhadap hadis
secara tematik akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan relevan
sesuai perkembangan zaman.
Kedua,
beberapa kajian hadis yang beredar di tengah masyarakat
muslim, fokus pada level teoretis. Kajian terkait pribadi seorang perawi hadis
apakah dapat diterima atau ditolak (al-jarḥu wa al-ta‘dīl), konsep hadis
dilihat dari aspek kuantitasnya (mutawātir-āhād), kajian apakah dalam
sebuah hadis terdapat celah (‘ilal al-ḥadīṡ) dan sebagainya, memang
mutlak diperlukan dalam diskursus ilmu hadis, namun tidak mampu memberikan
implikasi praktis dalam masyarakat secara umum.
Kajian-kajian
tersebut kompatibel secara khusus bagi kalangan akademisi dan ilmuan. Hal ini
tidak dalam pengertian bahwa kajian teoretis sama sekali tidak diperlukan.
Kajian hadis tematik tetap harus sesuai prosedur ilmiah dan prosedur ilmiah
memerlukan kajian-kajian teoretis. Dalam hal ini, kajian-kajian teoretis
tersebut, termasuk soal kesahihan sanad hadis, dalam diskursus hadis tematik
tidak menjadi tujuan utama. Berbagai persoalan dan fenomena sosial di masyarakat
umum, biasanya lebih mengarah pada aspek praktis bukan dari aspek teoretis.
Aspek praktis inilah yang biasanya merupakan orientasi dari kajian hadis
tematik.
Ketiga,
keberadaan media sosial, semakin memertegas bagaiamana pemahaman hadis yang
tidak mengacu pada model tematis justru melahirkan problematika tersendiri. Di
media baru ini, dapat dengan mudah ditemukan penjelasan secara visual terhadap
hadis Nabi. Penjelsan visual ini berupa meme-meme hadis yang tersebar secara
masif di dalamnya. Meme hadis celana cingkrang, bidah, larangan perempuan
bepergian tanpa mahram dan sebagainya menjadi contoh konkrit bagaimana pemahaman
hadis non-tematis itu eksis.
Melalui
meme-meme tersebut, pengguna media sosial dikenalkan dengan hadis dengan
pemahaman yang tunggal, seakan hanya ada satu hadis dengan satu pemahaman.
Realitas ini, punya implikasi akan melahirkan cara berpikir yang tertutup dan
klaim kebenaran tunggal. Padahal, jika dikaji secara menyeluruh, dengan model
tematis, pengguna media sosial akan disuguhi kenyataan bahwa hadis tekait tema
tersebut sebenanya beragam, pemhamannya pun bermcam-macam.
Keempat,
keberadaan universitas-universitas Islam, terutama yang secara khusus memiliki
program studi ilmu hadis, tentu menjadi salah satu faktor utama pesatnya kajian
hadis tematik. Bagaimana pun, kajian hadis, akan menjadi tugas penting dalam
segala proses perkuliahan. Kajian terhadap hadis secara tematik akan menjadi
tumpuan karena lebih relevan dengan situasi kontemporer dengan ragam
problemtika kemasyarakatan yang membutuhkan jawaban.
Universitas, sebagai wadah aktivitas ilmiah
dan ruang akademik, pada gilirannya tidak hanya akan fokus dengan literatur
hadis klasik dan mencukupkan diri dengan temuan-temuan hebat generasi awal.
Secara akademik, para komponen program studi hadis akan melangkah lebih jauh
agar bisa menemukan hal-hal baru melalui kajian-kajian terbaru.
Kelima,
keberadaan aplikasi-aplikasi digital dan situs-situs di internet, akan
menyokong proses dan aktivitas kajian ini. Al-Maktabah al-Syāmilah, Jāwami‘
al-Kalim, al-Mausū‘ah al-Ḥadīṡiyyah, al-Marja‘ al-Akbar, dorar.net,
carihadis.com, hadith.islam-db.com
dan sejenisnya akan memberikan kemudahan dalam proses kajian hadis secara
tematik, terutama kaitannya dengan proses pelacakan hadis yang satu tema.
Melalui aplikasi-aplikasi dan situs-situs di atas, pengkaji hadis tematik tidak perlu lagi berlama-lama di perpustakaan, membuka lembar demi lembar kitab kondifikasi hadis juga tidak perlu pergi belahan dunia lain untuk bertemu dengan perawi hadis seperti biasa dilakukan oleh tokoh hadis di masa lalu. Para pengkaji hadis tematik cukup hanya dengan mengetik kata kunci sesuai tema yang dicari, lalu tekan “cari,” aplikasi dan situs tersebut secara otomatis akan mengantarkannya pada objek yang dimaksud.
Selengkapnya,
lihat buku Pengantar Metodologi Penelitian Hadis Tematik. Terbitan Maknawi
Press, 2021.
0 comments:
Posting Komentar